Terima kasih anda telah mengunjungi blog kami. Semoga bisa mengabil manfaat dari setiap isi yang kami tampilkan.

5.27.2011

Otentisitas Hadis (Penelusuran Harald Motzki terhadap Mushannaf Abdul Razzq)

A. Pendahuluan
Dalam lintas sejarah umat Islam, hadis menempati posisi yang sangat urgen. Hal ini dikarenakan adanya keniscayaan dalam mengkaji islam—agama yang banyak menjadi perbincangan—jika tanpa bersentuhan dengan hadis. Dengan hadis, al-Qur’an yang bersifat mujmal menjadi dapat diketahui ajaran-ajarannya. Dengan hadis pula, sejarah keislaman awal dapat diketahui, karena memang sebagian hadis muncul sebagai tanggapan atas apa yang terjadi pada masa Rasul.
Namun demikian, hadis yang merupakan laporan atas perkataan, perbuatan, ketetapan dan segala hal yang berhubungan dengan Nabi saw, telah melewati berbagai dekade dan corak masyarakat yang bervarian. Hadis bersentuhan dengan dunia hukum, politik, ataupun yang lainnya. Dalam hal ini muncul permasalahan tersendiri dalam kesejarahan hadis, terlebih dengan munculnya fenomena pemalsuan hadis. Terlebih pula, hadis pada awalnya lebih cenderung oral transmission. Sehingga, permasalahan yang sering muncul dalam kaitannya tentang hadis adalah mengenai historitas dan keorisinalitasan hadis itu sendiri.
Dalam perkembangannya, hadis tidak hanya menjadi obyek kajian kaum muslim tetapi juga menarik perhatian kaum non-muslim. Para sarjanawan barat atau lebih sering disebut dengan orientalis, banyak melakukan kajian seputar islam, termasuk hadis. Dari segi pandangan-pandangan mereka, dapat digolongkan menjadi tiga golongan: pertama golongan skeptis semisal Goldziher, non-skeptis semisal Fuat Sezgin, dan middle ground semisal Harald Motzki. Penggolongan inipun ditambahi oleh Herbert Berg dengan golongan neo-skeptis.
Dalam makalah ini, penulis memfokuskan pada pemikiran Harald Motzki, tokoh yang mewakili golongan middle ground. Bagaimanakah pandangannya terhadap hadis dan bagaimana pula usaha yang ia lakukakan dalam mengkaji otentisitas hadis Rasulullah saw dan metode apa pula yang ia terapkan dalam rangka meneliti keotentisitasan hadis.

B. Biografi dan Karya-karya Harald Motzki
Tokoh orientalis hadis ini berdomisili di negara Belanda. Lebih tepatnya, ia adalah seorang Guru Besar dalam bidang Hadis di Universitas Nijmegen Belanda. Saat ini ia tinggal di Erasmusplein 1, kamer 9.08, NL-6525 HT Nijmegen. Sedangkan untuk email Motzki adalah h.motzki@let.ru.nl. Adapun mengenai sejarah kehidupan ataupun latar belakang kehidupan Harald Motzki, penulis belum menemukan data-data yang jelas. Terlebih, sangatlah jarang tulisan ataupun artikel yang memuat seputar kehidupan Harald Motzki. Beberapa literatur hanya memuat pemikirannya dalam bidang hadis. Selain itu, dari beberapa literatur yang penulis temukan, terdapat informasi yang menunjukkan tentang karya-karya dari Harald Motzki. Berikut ini karya-karya yang telah ditulis oleh Harald Motzki:
1. Harald Motzki, Die Anfange der islamischen Jurisprudenz. Ihre Entwicklung in Mekka bis zur Mitte des 2./8. Jahrhunderts, Stuttgart 1991. Engl. Trans. The Origins of Islamic Jurisprudence. Mekahn Fiqh before the Classical schools, trnasl. Marion H. Katz, Leiden 2002.
2. Harald Motzki, “Der Fiqh des—zuhri: die Quellenproblematik,“ Der Islam 68, 1991, 1-44. edisi Iggris, “The Jurisprudence of Ibn Sihab Al-Zuhri. A Source-critical Study,“ dalam http:/webdok.ubn.kun.nl/mono/m/motzki_h/juriofibs.pdf
3. Harald Motzki, “The Musannaf of Abd. Al-Razzaq Al-San’ani as a Source of Authentic ahadith of the First Century A.H.,” Journal of Near Eastern Studies 50, 1991, h. 1-21.
4. Harald Motzki, “Quo vadis Hadit Forschung? Eine kritische Untersuchung von G.H.A. Juynboll, Nafi’, the mawla of Ibn Umar, and his position in Muslim Hadith Literature,“ Der Islam 73, 1996, h. 40-80, 193-229.
5. Harald Motzki, “The Prophet and the Cat: on Dating Malik’s Muwatta’ and Legal Traditions,“ Jurusalem Studies in Arabic and Islam, 21, 1998, h. 18-83.
6. Harald Motzki, “The Role Of Non-Arab Converts in The Development of Early Islamic Law,” dalam Islamic Law Society, Leiden, Vol. 6, No. 3, 1999.
7. Harald Motzki, “The Murder of Ibn Abi l-Huqayq: on the Reliability of Some maghaji Reports,” dalam H. Motzki, ed., The Biography of Muhammad: the Issue of the Sources, Leiden, 2000, h. 170-239.
8. Harald Motzki, “Der Prophet und die Schuldner. Eine hadit-Untersuchung auf dem Prufstand,“ Der Islam, 77, 2000, h. 1083.
9. Harald Motzki, “The Collection of the Qur’an. A Reconsideration of Western Views in Light of Recent Methodological Developments, Der Islam 78, 2001, h. 1-34.
10. Harald Motzki, “Ar-radd ‘ala r-radd – Zur Methodik der hadit-Analyse,“ Der Islam 78, 2001, h. 147-163.
11. Harald Motzki, ed., Hadith. Origins and the Developments, Aldershot: Ashgate/Variorum, 2004.
12. Harald Motzki, “Dating Muslim Traditions . A Survey,” Arabica, 52, 2005.

C. Otentisitas Hadis Menurut Harald Motzki
Permasalahan yang muncul di kalangan orientalis saat membahas hadis tertuju pada otentisitas hadis itu sendiri. Sikap skeptis ditunjukkan oleh beberapa orientalis semisal Schacht terhadap keorisinalitasan hadis. Berangkat dari penelitiannya, ia berpendapat bahwa hadis tidak lebih dari produk ulama abad II H. Hal ini berpengaruh pada perjalanan akademik Motzki. Dengan melakukan penelitian terhadap Mushannaf Abdul Razzaq, Motzki menelusuri beberapa riwayat yang terdapat dalam kitab tersebut. Sehingga, peranan Mushannaf Abdul Razzaq ini sangat erat kaitannya dengan pemikiran Harald Motzki. Beradasarkan penelitiannya, Motzki menolak klaim Schacht dan berpendapat bahwa hukum islam sudah ada sejak abad pertama hijriah bahkan jurispundensi islam sudah ada sejak zaman nabi. Dalam penelitiannya terhadap hadis, Motzki seperti yang diungkapkan oleh Komaruddin Amin mendasarkan epistemoliginya pada dating terhadap riwayat dalam Mushannaf Abdul Razzaq.

1. Mushannaf Abdul Razzaq
Sebelum masuk pada pembahasan usaha Motzki tentang otentisitas hadis, pengetahuan atas Mushannaf Abdul Razzaq dirasa penting. Hal ini dikarenakan jika riwayat yang terdapat dalam kitab ini oyentik, maka hadis memang telah ada sejak abad pertama hijriah. Ditinjau dari segi jenis kitab-kitab hadis, kitab ini termasuk kitab hadis yang disusun berdasarkan bab fiqh. Hal ini dapat dilihat dari tehnik penyusunannya yang khas, yakni mengumpulkan hadis-hadis yang memiliki tema serupa. Penulis kitab ini adalah Abdul Razzaq yang memiliki nama lengkap al-Hafiz al-Kabir Abi Bakar ‘Abd al-Razzaq Ibn Hamman al-San’ani (w. 211H.). Ia dilahirkan pada tahun 126 H/744 M. Ia dibesarkan di Yaman dan pernah mengenyam pendidikan di Yaman. Kitab Musannaf ‘Abd al-Razzaq sudah dipublikasikan sejak tahun 1972 sebanyak 11 volume, yang disajikan oleh Habib al-Rahman al-A’zami, dan diterbitkan oleh al-Majelis al-Ilmi, Beirut. Kitab Musannaf ‘Abd al-Razzaq ini memuat hadis sebanyak 21033 buah.
Ada beberapa alasan, mengapa Harald Motzki mengambil Kitab Musannaf Abd al-Razzaq ini sebagai objek penelitiannya:
(1) Musannaf Abd al-Razzaq ini merupakan salah satu kitab yang mewakili dari banyak kitab-kitab hadis tertua pada abad kedua hijriah;
(2) Musannaf Abd al-Razzaq tidak terpengaruh oleh mazhab as-Syafi’i, karena di dalamnya masih murni mengandung materi-materi dari qaul Nabi, qaul Shahabat dan qaul Tabi’in;
(3) Musannaf Abd al-Razzaq adalah kitab yang memuat informasi yang cukup mewakili perkembangan hukum Islam di Makkah;
(4) Musannaf Abd al-Razzaq adalah kitab yang lebih tua dan lebih tebal dibandingkan dengan musannaf-musannaf yang lain.
Maka wajarlah Motzki mengambil kitab ini sebagi objek kajiannya, karena kitab ini dianggap reppresentatif, sekaligus membuktikan tesa yang dibangun bahwa otentisitas hadis dapat dipertanggung jawabkan. Dengan alasan tersebut di atas, Harald Motzki menjadikan Musannaf ‘Abd al-Razzaq sebagai sumber penelitiannya yang utama.
Dalam penelitiannya tersebut, Motski berusaha membuktikan otentisitas hadis pada abad pertama hijriah dengan asumsi ketika data sejarah dalam Mushannaf Abdul Razzaq terbukti sebagai dokumen abad pertama yang otentik, maka apa yang berada di dalamnya merupakan rekaman berbagai persolah hukum islam abad pertama. tentunya hal ini berarti hadis juga merupakan sesuatu yang otentik, karena hukum islam mengacu pada hadis juga.
2. Metode dan Pendekatan Harald Motzki
Dalam penelitiannya terhadap Mushannaf Abdul Razzaq, metode yang ia gunakan adalah isnad cum matan analisis yakni menganalisis sanad dan matan dengan menggunakan pendekatan traditional-historical yaitu dengan menganalisa dan menguji materi-materi dari rawi tertentu. Dalam hal ini, Motzki melakukan dating yakni menentukan asal-muasal dan umur terhadap sumber sejarah yang merupakan salah satu substansi penelitian sejarah. Jika dating yang dilakukan oleh seorang peneliti terhadap sebuah sumber sejarah terbukti tidak valid dikemudian hari, maka seluruh premis teori dan kesimpulan yang dibangun atas sumber sejarah tersebut menjadi colleps (roboh). Teori inilah yang menjadi epistemologi Motzki dalam merekonstruksi sejarah awal Islam dalam karyanya The Origins of Islamic Jurisprudence.
Kemudian dalam penelitiannya, Motzki tidak melakukan penelitian terhadap seluruh riwayat yang ada dalam Mushannaf Abdul Razzaq, melainkan hanya dengan menggunakan metode sampling, yaitu dengan mengangkat beberapa bagian yang dianggap mewakili keseluruhan. Dalam hal ini Motzki meneliti sekitar 21 % atau sekitar 3810 hadis dari total 21033 hadis dalam mushannaf tersebut. Menurut Motzki, penelitian struktur periwayatan yang dilakukan Abdul Razzaq memberikan kesimpulan bahwa materi-materi yang diletakkan pada empat sumber adalah orisinil, bukan penisbatan fiktif yang direka-reka sendiri. Menurut pengkalisifikasian Motzki, terdapat tiga sumber dominan yang sering dirujuk oleh Abdul Razzaq, yaitu Ma’mar, Ibnu Juraij, dan Sufyan al-Sauri. Banyak hadis yang diriwayatkan dari ketiga orang tersebut, yang mereka tersebut adalah guru dari Abdul Razzaq sendiri.
3. Pembuktian Otentisitas Hadis dalam Mushannaf Abdul Razzaq
Guna membuktikan bahwa Mushannaf Abdul Razzaq adalah sumber otentik abad pertama hjriah, Motzki melakukan penelitian terhadap 3810 hadis. Kemudian untuk membuktikan hal ini, Motzki meneliti empat tokoh yang menjadi sumber otoritas utama dari ‘Abd al-Razzaq, yakni Ma’mar, Ibnu Jurayj, al-Sawri, Ibnu Uyaynah. Dari Ma’mar, ‘Abd al-Razzaq meriwayatkan materinya sekitar 32 %, dari Ibnu Jurayj 29 %, dari al-Sawri 22 %, dan dari Ibnu Uyainah 4 %. Sisanya sekitar 13 % berasal dari 90 rawi lain dari tokoh-tokoh yang berbeda. Lebih jauh, Motzki meneliti sumber dari keempat rawi yang menjadi dominan sources.
Pertama adalah materi Ma’mar yang berjumlah 32 % tersebut bersal dari:
a) Ibn Syihab al-Zuhri (w. 124/742) sebanyak 28 %.
b) Qatadah bin Diamah (w. 117/735) sebanyak 25 %.
c) Ayyub bin Abi Tamimah (w. 131/749) sebanyak 11 %
d) Ibn Tawus (w. 132/750) 5 %
e) Sumber anonim 6 %
f) 77 sumber lainnya 24 % dan
g) Pendapat Ma’mar sendiri sekitar 1 %.
Kemudian struktur materi yang berasal dari Ibn Jurayj adalah sebagai berikut:
a) ‘Ata’ ibn Abi Rabah (w. 115/733) sebanyak 39 %
b) Amr Ibn Dinar (w. 126/743) sebanyak 7 %
c) Ibnu Syihab al-Zuhri (w. 124/742) 6 %
d) Ibn Tawus (w. 132/750) 5 %
e) Sumber anonim 3 %
f) 103 sumber laiannya 37 % dan
g) Pendapat as-Sauri sendiri sekitar 1 %

Profil teks yang berasal dari al-Sawri mencakup pendapat hukum al-Sawri sendiri lebih Dominan , yakni sebagai berikut:
a) Mansur bin al-Mu’tamir (w. 132/750) sebanyak 7 %
b) Jabir bin Yazid (w. 128/745) sebanyak 6%
c) Orang tanpa nama (anunamous) 3 %
d) 161 sumber lainnya 65 %, dan
e) Pendapat as-Sauri sendiri sekitar 1 %
Koleksi Materi yang berasal dari Ibn Uyaynah dalah sebagai berikut:
a) Amr bin Dinar (w. 126/743) sebanyak 23 %
b) In Abi Najih (w. 132/749) sebanyak 9 %
c) Yahya bin Said al-Ansari (w. 143/760) 8%
d) Ismail bin Abi Khalid (w. 145/762) 6 %
e) Orang tanpa nama (anunamous) 3-4 %
f) 37 sumber lainnya 50 %, dan
g) Pendapat Ibn Uyainah sendiri 0 % (tidak ada pendapat sendiri)
Keempat koleksi teks tersebut menunjukkan adanya kekhasan masing-masing. Dalam hal ini, Motzki berpendapat bahwa kekhasan tersebut menjadi indikator keotentikan riwayat hadis. tidak mungkin pemalsu menyusun materi dalam susunan yang spesifik dengan perbedaan yang begitu signifikan. Jika memang ia seorang pemalsu, bukankah lebih mudah untuk menyandarkan pada ulama-ulama terkemuka tanpa struktur periwayatan yang bervariasi. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa informasi dalam mushannaf Abdul Razzaq adalah otentik, bukan sebuah hasil pemalsuan. Dengan demikian, hal ini berarti hadis juga merupakan sesuatu yang otentik.
Lebih lanjut, Motzki juga meneliti jalur periwayatan Ibnu Juraij ke generasi sebelumnya yang mencakup 1/3 keseluruhan mushannaf. Hadis-hadis tersebut ketika dianalisis secara statistik menunjukkan adanya rujukan kepada otoritas lebih awal yang tidak seimbang dan sporadis. Tidak berhenti pada Ibnu Juraij, Motzki melanjutkan analisisnya terhadap level berikutnya, yaitu memfokuskan pada sumber yang sering diikuti oleh Ibnu Juraij, ‘Ata ibn Abi Rabbah (w. 115). ‘Ata adalah satu-satunya tokoh yang diakui Schacht yang berasal dari Makkah dan sejarah mengenainya dapat ditelusuri. Dengan kata lain, informasi mengenai dirinya dan ajarannya adalah sesuatu yang otentik. Namun, Schacht menyatakan bahwa otentisitas tersebut ditutupi oleh atribusi fiktif pada abad kedua hujriah. Namun hal ini berbeda dengan pendapat Motzki. ia menyatakan bahwa Ibnu Juraij mempunyai hubungan historis yang panjang dengan riwayat ‘Ata, baik itu langsung darinya ataupun dari ulama Makkah. Berdasarkan penelitian Motzki, dari keseluruhan materi Ibn Juraij terlihat sangat bervariasi. Dalam hitungan persen, materi yang disandarkan pada ‘Ata hanya 40%, selebihnya kepada beberapa rowi lain, termasuk materi yang didasarkan pada pendapatnya sendiri. Dari hal ini, mustahil seorang Ibnu Juraij melakukan pemalsuan. Kalau Ibn Juraij pemalsu, tentunya ia tidak akan menyandarkan riwayat dengan sangat complicated. Pada dasarnya guna meneliti Ibn Juraij ini, Motzki menggunakan dua analisa, yaitu External Criteria (kajian sanad) dan Internal Formal Criteria Authenticity (kajian matan; seberapa besar profil Ibn Juraij terefleksi dalam materi ‘Ata).

D. Simpulan dan Penutup
Dari uraian diatas, Harald Motzki adalah seorang guru besar dalam bidang hadis di Universitas Nijmegen Belanda. Ia telah berhasil menerbitkan beberapa karya dalam bidang hadis. Dengan meneliti Mushannaf Abdul Razzaq, ia berkesimpulan bahwa kitab ini merupakan sesuatu yang otentik, merekam sejarah islam pada abad pertama. Sehingga, informasi termasuk hadis yang terdapat dalam kitab inipun merupakan sesuatu yang otentik. Dalam penelitiannya, ia menggunakan analisis isnad cum matan dan juga menggunakan pendekatan traditional-historical yaitu dengan menganalisa serta menguji materi-materi dari rawi tertentu. Dalam hal ini, Motzki melakukan dating yakni menentukan asal-muasal dan umur terhadap sumber sejarah yang merupakan salah satu substansi penelitian sejarah.
Demikian makalah ini penulis buat. Penulis menyadari masih banyak kekurangan baik mengenai sistematika penulisan maupun data-data yang disajikan. Koreksi dan bimbingan dari dosen pengampu sangat penulis harapkan demi perbaikan makalah selanjutnya.

Tahamul Ada' Hadis

Pengertian Tahammul wa al-Ada’           Tahammul adalah menerima dan mendengar suatu periwayatan hadits dari seorang guru dengan menggu...